Recent Posts

Sunday

Pluralisme, Liberalisme, dan Sekularisme Agama

Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan :
  1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
  2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
  3. Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yangg bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
  4. Sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Ketentuan Hukum
  1. Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
  2. Umat Islam haram mengikuti paham pluralism, sekularisme dan liberalisme agama.
  3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram
    mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
  4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Landasan Hukum :
1.Firman Allah SWT :
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.
(QS. Ali Imran [3]:85)

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…”. 
(QS. Ali Imran [3]: 19)

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
(QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9).

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berbuat kerusakan”. 
(QS. al-Qashash [28]: 77).

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”. 
(QS.al-An’am [6]: 116).

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. 
(QS.al-Mu’minun [23]: 71).

2. Hadis Nabi saw :
“Demi Dzat Yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka”. 
(H.R.Muslim)

Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non-muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi raja Abesenia yang bergama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, di mana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. 
( Shahih al-Bukhari).

Nabi saw melakukan pergaulan sosial secara baik dengan komunitas-komunitas non-muslim seperti komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Ahthab adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani Quraizah).
(Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Sumber :
Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Monday

Faham Syi'ah

Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jamm’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia.

Perbedaan itu di antaranya :
  1. Syi’ah menolak hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlu Bait, sedangkan Ahlu Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu mustalah hadis.
  2. Syi’ah memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).
  3. Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.
  4. Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/ pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi da’wah dan kepentingan umat.
  5. Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar Ibnul Khatab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib).
Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah.

Sumber:
Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Aliran Ahmadiyah

  1. Aliran Ahmadiyah adalah kelompok yang berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam).
  2. Dengan adanya hukum murtad tersebut, MUI menyerukan mereka yang telah terlanjur mengikuti aliran Ahmadiyah untuk kembali kepada ajaran Islam yang sejalan dengan al-Qur’an dan Hadis (alruju’ila al-haqq).
  3. Pelaksanaan butir-butir fatwa yang terkait dengan pelarangan aliran Ahmadiyah di wilayah negara Republik Indonesia harus dikoordinasikan kepada pihak-pihak terkait, karena yang memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi adalah Pemerintah selaku ulil amri. MUI tidak membenarkan segala bentuk tindakan yang merugikan pihak lain, apalagi tindakan anarkis terhadap pihakpihak, hal-hal atau kegiatan yang tidak sejalan dengan fatwa MUI ini.
Aliran Ahmadiyah diputuskan setelah terlebih dahulu dilakukan studi yang mendalam atas ajaran-ajaran Ahmadiyah dengan menggunakan pendekatan historis dan studi kepustakaan (library research), yaitu dengan cara menelusuri sejarah Ahmadiyah, mengkaji kitab-kitab dan tulisan karya Mirza Ghulam Ahmad dan para tokoh Ahmadiyah serta mengkaji dua kelompok Ahmadiyah dan ajarannya masing-masing dengan merujuk langsung berbagai literature asli terbitan mereka. Selain itu, tentu saja dilakukan pula kajian yang mendalam terhadap al-Qur’an, Hadis, Ijma’, Aqwal Ulama serta keputusankeputusan fatwa ulama di dunia Islam.

Sumber :
Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Perkawinan Campuran

  1. Perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim adalah haram hukumnya.
  2. Seorang laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita bukan muslim. Tentang perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab terdapat perbedaan pendapat. Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadahnya lebih besar daripada maslahatnya, Majelis Ulama Indonesia memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram.
Landasan :
1. Firman Allah :
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintahperintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. al- Baqarah [2]: 221).

“…(Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita yangberiman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita yang diberi Al-Kitab (Ahlu Kitab) sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amal-amalnya dan ia di akhirat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah[5]:5)

“…Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka…” (QS. al-Mumtahanah [60]:10).

“Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”(QS. at- Tahrim[66]:6).

2.Sabda Nabi Muhammad SAW
“Barangsiapa telah kawin, ia telah memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia taqwa kepada Allah dalam bahagian yang lain” (HR. Tabrani)

“Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan suci sehingga ia menyatakan oleh lidahnya sendiri. Maka, ibu bapaknyalah yang menjadikannya (beragama) Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

Sumber :
Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Menggunakan Zakat untuk Membangun Masjid

Pertanyaan:
Apa hukumnya menggunakan uang Zakat untuk menyelesaikan bangunan masjid yang hampir selesai, yang konstruksinya dihentikan (karena kurangnya dana)?

Respon:
Sudah menjadi ijma' para ulama pendahulu, bahwa Zakat tidak bisa digunakan untuk membangun masjid, membeli buku, atau sejenisnya. Zakat hanya dapat didistribusikan ke delapan golongan penerima yang disebutkan dalam Surah at-Taubah (ayat 60), dan mereka adalah:
1) fuqaraa tersebut. (Orang-orang yang sangat miskin);
2) masaakeen (yang miskin dan membutuhkan);
3) mereka yang bekerja dalam mendistribusikan Zakat;(Amil)
4) orang yang perlu dilembutkan hatinya.;
5) pembebasan budak;
6) Orang yang terlilit membayar utang;
7) Orang yang berjuang di jalan Allah
8) Ibnu sabil

Syekh Ibnu Baz
Fatawa al-Mar.aMajmoo 'fatwa wa Maqaalaat Mutanawwi'ah - Jilid 14, Halaman 294

Sumber:
http://www.fatwa-online.com/fataawa/worship/zakaah/0030219.htm

Sunday

Tanda-tanda Laylatul-Qadar

Pertanyaan:
Apa tanda-tanda Laylatul-Qadar?

Tanggapan:
Dari tanda-tanda Laylatul-Qadar adalah bahwa malam terasa tenang dan hati orang yg beriman merasa senang dan damai, dan ia menjadi semakin rajin dalam melakukan kebaikan, dan matahari pada pagi harinya terbit cerah tanpa sinar .

Shakyh Ibn al-Utsaimin
Fatawa Ramadhan - Jilid 2, Halaman 852, Fatwa No 841;
Fatawa Asy-Syaikh Muhammad as-Shalih Al-Utsaimin - Jilid 1, Halaman 563

Sumber:
http://www.fatwa-online.com/fataawa/worship/fasting/fas012/0000106_4.htm

Membeli Alkohol Untuk Digunakan Sebagai Bahan Bakar

Pertanyaan: Apakah diperbolehkan membeli alkohol (yang memabukkan) untuk dihancurkan, seperti menggunakannya sebagai bahan bakar atau pada beberapa proses manufaktur? Dan apakah diperbolehkan untuk menjualnya kepada orang-orang yang pasti akan menggunakannya untuk tujuan tersebut?

Tanggapan: Penjualan alkohol atau minuman keras lainnya hukumnya haram. Dan itu adalah wajib bagi orang yang memiliki semua itu untuk menghancurkannya dan tidak menjualnya, karena (arti) pernyataan Allah adalah haram secara umum:

Dan jangan saling membantu dalam dosa dan pelanggaran, [Surah Al-Maa'idah, ayat 2].

The Permanent Committee for Islaamic Research and Fataawa -
Kepala: Aziz 'Abdul' Syekh bin Abdullah bin Baz;
Wakil Ketua: Afeefee Syaikh 'Abdur-Razzaaq';
Anggota: Abdullah Ibnu Ghudayyaan 'Syaikh;
Anggota: Syaikh Abdullah Ibnu Qu'ood '
Fatawa al-Lajnah ad-Daa.imah lil-Buhooth al-'Ilmiyyah wal-Iftaa -., Volume 13, Halaman 53, Pertanyaan 4 dari Fatwa No.5177

Sumber :
http://www.fatwa-online.com/fataawa/buyingandselling/buying/buy001/0010507_1.htm

Penggunakan Kartu Kredit

Pertanyaan:
Ada bank yang memberikan pelanggan mereka kartu yang disebut "Visa". Kartu ini memungkinkan mereka (pelanggan) untuk menarik uang tunai dari bank, bahkan jika mereka tidak memiliki dana yang cukup di rekening mereka pada waktu itu. Setelah periode tertentu, pelanggan kemudian diminta untuk membayar kembali uang yang sudah mereka mabil, dan jika ia gagal melakukannya sebelum jangka waktu yang sudah ditentukan, maka bank akan membebankan biaya tambahan selain jumlah yang diambil. Hal ini merupakan tambahan untuk penggunaan kartu ini. Saya meminta Anda untuk menjelaskan keputusan mengenai penggunaan kartu ini, dan apakah ada kondisi tertentu yang harus ada jika penggunaan kartu tersebut tidak diperbolehkan? (Dan) semoga Allah membalas Anda dengan baik?

Tanggapan:
Transaksi tidak diperbolehkan (diharamkan), ini dikarenakan adanya akad untuk membayar bunga jika pembayaran tidak dilakukan dalam waktu tertentu (periode), dan ini adalah sebuah akad yang tidak diperbolehkan. Bahkan jika orang merasa yakin bahwa dia akan melakukan pembayaran sebelum berakhirnya jangka waktu yang sudah ditentukan, karena ada kemungkinan bahwa keadaan bisa berubah membuat dia tidak dapat membuat pembayaran dalam jangka waktu tertentu. Dan karena ini adalah sesuatu yang belum terjadi, seseorang (jelas) tidak tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, jadi ini termasuk transaksi yang tidak diperbolehkan.

Syaikh Ibnu 'Utsaimin
Silsilah Kitaab ad-Dakwah (12), al-Fatawa - Volume 3, Page 120-121

sumber :
http://www.fatwa-online.com/fataawa/buyingandselling/buying/buy002/0020602.htm

Membeli Barang Menggunakan Kartu Debit

Pertanyaan:
Saya berharap  Anda dapat memberitahukan kami tentang menggunakan kartu Net Saudi (debit)  ketika membeli item dari toko dengan cara berikut: Ketika harga jual total disepakati, untuk SR150 misalnya (riyal), kartu ini serahkan kepada penjual dengan cara ("gesekan") melalui mesin yang ada dalam toko. (Total) Nilai transaksi kemudian didebet langsung dengan mentransfer jumlah dari rekening pembeli ke rekening vendor di saat yang sama(ketika itu juga), yaitu sebelum pembeli meninggalkan toko.

Tanggapan
Jika prosesnya adalah seperti yang Anda sebutkan, maka tidak ada salahnya menggunakan kartu tersebut, asalkan pembeli memiliki dana yang cukup di rekening untuk membayar jumlah yang dibutuhkan (dari penjualan).

The Permanent Committee for Islaamic Research and Fataawa -

Kepala: Aziz 'Abdul' Syekh Ibnu Baz Ibnu Abdullah;
Anggota: 'Azeez Aal Syaikh 'Abdul-Syaikh-abu;
Anggota: Syaikh Shalih Ibnu Fowzaan;
Anggota: Abdullah Abu Bakar Syaikh Ibnu 'Zaid
Fatawa al-Lajnah ad-Daa.imah lil-Buhooth al-'Ilmiyyah wal-Iftaa -., Volume 13, Page 527, Fatwa No.18521

Sumber:
http://www.fatwa-online.com/fataawa/buyingandselling/buying/buy002/0010503_1.htm

Fatwa Online

Welcome